Tuesday, May 14, 2013

onemoment #1

Pintu kereta terbuka.
Jam besar di stasiun  menunjuk angka 10, ku langkahkan kaki di peron sambil membawa tas dan menyampirkan tas laptopku di bahu.

"neng..neng.. pak.. bu.. bintaro, rawa lele bu.. ayo bu" bersahutan para tukang ojek memanggil entah siapa saja yang baru turun dari kereta.

Aku melengos, mau naik angkot aja deh pikirku. Ojek terlalu mewah bagiku malam ini.
Tadi abis nonton sama makan bikin aku ga punya tunai saat ini.
Akupun mencari mana angkotnya, kok ga ada yaa?
"sepertinya invasi para ojek nih, lewat jam 9 malam, para supir angkot sudah dilarang beroperasi.
Bagi-bagi rejeki sama tukang ojek"

Aku menarik nafas panjang, sebuah pemikiran bulat. Aku jalan kaki saja ke rumah.
itu pun klo tempat itu bisa disebut rumah lagi.

sambil berjalan, aku merogoh tas, tanganku mencari blackberry tuaku. sekilas melihat dan tanpa notifikasi apapun. Entahlah, kebiasaan mengecek bb itu seperti kebiasaan membuka pintu kulkas hanya untuk melihatnya kosong, tidak bisa ku lepaskan. Padahal aku tau tidak ada yang mencariku atau menanyakan apapun tentangku.

langkah kaki otomatis menjalani setapak demi setapak, tanpa perlu ku perintahkan kaki-kaki ini tau kemana melangkah, sehingga pikiranku bisa berfikir tentang yang lain.

"Kangen" alam bawah sadarku yang biasanya diam, pun berceloteh.
"kangen itu bisa bikin gila, apalagi klo ga tersampaikan" lanjutnya.
"emangnya boleh?" ucap ku berbisik bertanya
"loh, siapa yang bilang kangen ga boleh?"
"tapi dia ga mungkin kangen sama gw juga, kita cuman temen. kenapa sih lo bawelnya sekarang" bisikku memarahi alam bawah sadar yang mulai meneriakkan "kangen" seperti orang demo

"berisik deh, lo kan tau rasanya ditolak kenapa musti bawel sih. tiap kali gw ngikutin apa yang lo suruh bikin gw keliatan murahan tauk" kataku ke alam bawah sadarku.
Tersentak, alam bawah sadarku pun kembali diam.
Dia ingat rasanya, rasanya tidak diinginkan, ingat rasanya menahan rindu namun yang diingini tak mau mendekati.
Dia ingat rasanya menangis dalam diam, ingat rasanya senang tak terkira jika rindu itu terbayarkan lunas.
Dia ingat rasa sakitnya tertawa dan ketakutan saat yang diingini mengajaknya menjalani panggung yang rapuh.
Dia ingat. Aku Ingat.

"Eh, lewat rumah cucunya opa yuk" ajak alam bawah sadarku merubah objek pembicaraan.
Otomatis kami melangkah. "lampu depan rumahnya gelap yaa, Opa apa kabar yaa? udah lama kita ga jalan lewat sini" kami pun melewati rumah yg berpencahayaan temaram tsb.
"iya, udah jarang lewat sini sejak.. " aku terdiam.
"sejak itu kan" kata alam bawah sadarku, aku pun mengangguk.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

No comments: