Monday, July 4, 2011

Merenung bukan tercenung…

Caution: this post is contain a critical issues, you may judge this based on what you believed and what you stands for. I may not arguing anything with you, because this post was made when im on my way to find an answer about my life. Enjoy reading.

Saya menemukan bahwa perenungan adalah sebuah kegiatan yang menenangkan, ketika hanya ada saya dan diri saya saling mengakui akan kejahatan dan kebaikan yang telah dilakukan. Saya menemukan jawaban dari setiap pertanyaan di hidup saya dengan merenung, menelaah pendapat, mengkombinasikan pengalaman dan cerita mereka dan mengaplikasikan intinya ke dalam hidup saya.


Kembali saya merenungi, saya tidak dibesarkan di “keluarga cemara”. Bukan “abah” yang saya miliki begitupun “emak” yang saya punyai. Saya tidak diajari untuk menjadi “”euis“ ”ara” ataupun “agil”. Entah siapa yang mengatakan quote ini “Kamu tidak bisa memilih keluargamu entah itu ayah, ibu, saudara, kakek-nenek, yang bisa kau pilih hanyalah pasangan hidupmu”. Bukan penyesalan yang saya rasakan, bukan pula iri pada keluarga “Cemara”. Tidak ada pilihan yang saya miliki bukan…

Keluarga yang saya miliki tidak juga keluarga sakinah, mawadah, ataupun warohmah. Setidaknya di kartu keluarga nama kami tercantum kami memang keluarga. Seperti apakah keluarga? Sampai saat ini kami masih mencari tau bentuknya. Sesuatu di luar nalar saya bermain dengan kata “kebutuhan” (pembahasan blog sebelumnya).

Ibu saya di sela-sela diskusi kami akan sebuah intitusi pernikahan, mengatakan “Kami memang tidak lagi merasakan cinta, cinta hilang bertahun-tahun sebelum saat ini. Yang kami rasakan adalah kebutuhan untuk bersama, bercerita, berdebat, bercinta juga kontrak kami terhadap Tuhan yang kami ucapkan puluhan tahun yang lalu. Kebutuhan karena kami sudah melewati kehidupan bersama, hanya kami saja tanpa bantuan orang lain. Dan puluhan tahun itu tidak juga membuat kami saling mengerti jalan pikiran satu sama lain, hingga sampai sekarang kamu bisa melihat kami tetap juga berdebat.”

Konsep hidup saya adalah bahagia, apapun yang kamu inginkan maka lakukan, apapun yang kamu lakukan apabila kamu bahagia maka lanjutkan. Saya tidak mengerti sampai saat ini masih ada saja orang yang saling menyakiti bisa bersama? Apa kebutuhan menjadikan mereka tumpul atau kebutuhan itu adalah kebahagiaan mereka? (perenungan yang lebih mendalam lagi)

Institusi pernikahan, sampai saat ini saya masih percaya bahwa institusi ini hanya pelegalan untuk nafsu dan kehausan akan kata “Halal”. Pernikahan sering dianggap orang adalah penyelesaian masalah, bagi lelaki biar ada yang “ngurus” (emang lelaki ga bisa apa-apa sampe musti diurusin, klo gitu mending dia punya pembantu dari pada istri). Bagi perempuan biar ada yang “ngelindungin” (emang perempuan selalu lemah, lagian polisi nanti kerjaan ga ada klo tugas ngelindungin di ambil) Jadi buat apa menikah??

Menikah untuk punya anak,, banyak manusia terlahir miskin dengan keputusan ini. Mempunyai anak adalah proses yang tidak putus hanya dengan anak itu lahir dan anak itu yang akan mencari hidupnya sendiri. Anak itu makhluk hidup, bernafas, berjalan, perlu dikasi makan biar berkembang, perlu dikasi pendidikan biar bisa menjalani kehidupannya, jadi klo ada pernikahan berdasarkan untuk punya anak tanpa memikirkan anak itu akan seperti apa di masa depannya mending diurungkan saja. Karena pernikahan itu tidak lebih baik dari pada nyamuk, mending jadi nyamuk aja deh..

Menikah karena orang lain menikah. Menikah karena cuman saya yang blom nikah,, huft, manusia diberi akal untuk berfikir. Orang disekitar kita hanya melihat, hanya bisa memberikan saran, hanya bisa menghakimi. Tidak pernah ada yang orang yang bisa mengerti apa yang dirasakan orang lainnya bahkan anak kembar pun tidak bisa benar-benar menjadi kembarannya dalam merasakan. Kenapa musti panic pada saat yang lain menikah dan anda tidak? Toh orang-orang cuman bisa bilang anda “tidak laku”, lalu jika anda “tidak laku” apa untung dan ruginya buat mereka? mereka hanya butuh bahan pembicaraan, bahkan orang yang “laku” juga nantinya akan dibicarakan oleh mereka. kita semua terlahir menjadi tukang gossip, kita hanya bisa melihat, menghakimi tanpa pernah benar-benar mengalami dan merasakan apa yang orang lain sedang alami juga rasakan. People judge! So, screw people!

Saya tidak bisa pungkiri, saya hadir di dunia karena adanya proses pernikahan. Dan bila nantinya saya akan berada dalam sebuah institusi pernikahan, maka keputusan itu akan menjadi sebuah perenungan yang lama. apa perlu saya menikah? buat apa saya menikah? toh kalaupun hanya untuk menjalani hari dan menjadi tua itu adalah kondrat manusia. Buat apa saya memaksa seseorang untuk menerima saya dengan segala kekurangan saya dan dia memaksa saya untuk menerima dia dengan kekurangannya? apa perlu saya punya anak? apakah  anak saya hanya akan jadi "lucu" lalu"nyusahin" kemudian. Dan kalaupun pada akhirnya ujung perenungan itu adalah kata "tidak", saya tidak akan protes karna Tuhan punya rencana buat saya, sehingga saya akan menjalani semua sesuai dengan rencana saya yang telah disetujui Tuhan.

Saya belajar untuk tidak pernah menyesali setiap perbuatan saya, proses pembelajaran akan hidup dan saya harus selalu menemukan penyebab kenapa ada beberapa hal tidak sesuai dengan keinginan saya. Bahkan jika membutuhkan waktu untuk menemukan jawaban tersebut akan saya lakukan.

Proses kedewasaan orang tidak bergantung dari berapa lama dia menikah. Proses kedewasaan orang tidak dapat diukur dari berapa banyak anak yang dia miliki. Kedewasaan menurut saya adalah pola pikir yang terbuka, memberi solusi dan tidak menghakimi tanpa tau proses kejadian. 

Melalui blog ini saya menyampaikan, selamat hari keluarga Indonesia 29 Juni 2010.
Semoga Indonesia terbebas dari KKN juga politik pencitraan.. *bukan blog partai.


No comments: